Selalu ramaikan Nyepi, pahami sejarah dan makna filosofis Ogoh-ogoh

- Rabu, 2 Maret 2022 | 12:37 WIB
Kekompakan para Sekaa Taruna mempersiapkan pawai ogoh-ogoh  ((@balimangkin/ instagram.com))
Kekompakan para Sekaa Taruna mempersiapkan pawai ogoh-ogoh ((@balimangkin/ instagram.com))

Hops.ID - Ogoh-ogoh tentu tak bisa dipisahkan dari Hari Raya Nyepi umat Hindu Bali. Bagi orang awam, Ogoh-ogoh mungkin terlihat seperti boneka raksasa yang diarak keliling desa saat mendekati perayaan Nyepi. Jika digali lebih dalam, Ogoh-ogoh sebenarnya memiliki makna filosofi dan sejarah yang dalam. Lalu apa itu Ogoh-ogoh?

Ogoh-ogoh sendiri merupakan nama yang diambil dari bahasa Bali yang artinya adalah digoyang-goyangkan.

Pada tahun 1983 mulai dibuat Ogoh-ogoh berwujud Bhuta Kala untuk merayakan Hari Raya Nyepi. Budaya ini kemudian semakin menyebar ketika Ogoh-ogoh diikutsertakan dalam pesta kesenian Bali ke XII.

Ogoh-ogoh dibuat untuk menggambarkan kepribadian Bhuta Kala. Dalam ajaran agama Hindu Dharma, Bhuta Kala merepresentasikan kekuatan (Bhu) alam semesta dan waktu (Kala).

Illustrasi sejarah ogoh-ogoh
Illustrasi sejarah ogoh-ogoh

Wujud Bhuta Kala dalam Ogoh-ogoh biasanya digambarkan sebagai wujud mahluk raksasa yang besar dan mengerikan. Selain itu juga bisa berwujud  mahluk-mahluk hidup di Mayapada, Syurga, dan Naraka, seperti naga dan gajah.

Sebelum melakukan pawai Ogoh-ogoh, biasanya para peserta akan minum minuman keras tradisional bernama arak. Kemudian Ogoh-ogoh akan diarak menuju tempat yang diberi nama Sema (tempat persemayaman umat Hindu sebelum dibakar pada saat pembakaran mayat).

Selama mengarak Ogoh-ogoh, acara akan diiringi dengan gamelan khas Bali yang diberi nama Baleganjur Patung yang terbuat dari bambu, kertas, kain dan benda sederhana lain. Tujuannya agar memeriahkan acara. Kemudian,Ogoh-ogoh yang telah diarak keliling desa akan dibakar.

Parade Ogoh-Ogoh yang dirayakan warga lokal.
Parade Ogoh-Ogoh yang dirayakan warga lokal. (Dok. deedeni)

Menurut cendekiawan Hindu Dharma, perayaan Ogoh-ogoh merupakan lambang keinsyafan manusia kepada kekuatan alam semesta dan waktu yang maha dahsyat.

Dalam pandangan Tattwa kekuatan ini mengantarkan makhluk hidup dan seluruh dunia kepada kebahagiaan atau kehancuran. Semua hal tersebut tergantung kepada niat luhur manusia.***

Editor: Septian Farhan Nurhuda

Sumber: Berbagai Sumber

Tags

Artikel Terkait

Terkini